top of page

FITRAPEDIA

  • Ahmad Arli Hikmawan

Perkara Karma dan Keadilan Allah

Salam mas arli

Maaf jika tiap episode ada pertanyaan dr saya 😁

Di episode ini saya mendengar yg wanita di kehidupan berikutnya akan menjadi pria,dan sebaliknya

Trus di episode yg lain klo yg sekarang mebunuh dikehidupan berikutnya akan dibunuh yg memperkosa akan ngalamin di perkosa

Pertanyaan saya

Jika sekarang membunuh siapa yg membunuh di kehidupan berikutnya?

Nah dikehidupan berikutnya itu auto ada pembunuh kan apakah ada kehidupan lagi setelah kehidupan kedua untuk mebunuh orang yg mebunuh di kehidupan kedua itu? Ini kan paradoks terus menerus


Terus apakabar jika ada orang yg mebunuh lebih dari satu orang

Dengan bom misalnya?


Mudah mudahan dengan dijawabnya pertanyaan saya dapat menambah keimanan saya

Sehat selalu mas arli dan bu ririn untuk membimbing kami yg slalu haus ilmu kebenaran

 

Berikut ini merupakan informasi yang saya dapat sampai titik ini dan dibatasi kemampuan saya sebagai manusia dan persepsi saya sebagai manusia akan konsep Keadilan. Mohon diterima dengan hati yang fitrah dan jangan dianggap sebagai kebenaran yang absolut.

Ketika manusia berbuat jahat ke orang lain, yang menjadi titik tengah adalah YMK, bukan orang yang menjadi korban. Apa artinya? Artinya kejadian tersebut akan dibalik, dalam kehidupan-kehidupan berikutnya, dalam rangkaian reinkarnasi yang masih panjang sekali di masa depan. Manusia yang sebelumnya menjadi Korban akan diberikan Kodrat (Internal dan Eksternal) yang serupa dengan manusia yang menjadi Pelaku. Pertanyaannya saat itu adalah: apakah yang dulu menjadi Korban bisa memilih perbuatan yang berbeda (yang lebih manfaat) daripada mereka yang dulu merupakan Pelaku? Jika tidak, maka diputar lagi perannya. Dilihat lagi sekarang, apakah sang Pelaku bisa memilih lebih manfaat lagi di kehidupan selanjutnya. Dan begitu saja seterusnya.

Tragis ya? Iya. Kalau nggak ada Malaikat Muqorrobin pasti seperti itu terus kejadiannya. Sekarang, dengan adanya MM, kejadian seperti itu akan diminimalisasi (atau dicegah). Bagaimana caranya? Entahlah. Belum tahu dan belum kebayang sampai titik ini.

Tetapi bagaimana jika sebaliknya? Jika sang Korban ternyata memang bisa berbuat lebih bermanfaat? Jika ia bisa memilih untuk tidak melakukan perbuatan yang sama dengan sang Pelaku? Baguslah! Ia naik kelas. Ia telah berhasil membuktikan bahwa dirinya lebih tinggi kedudukannya di hadapan Allah dibandingkan sang Pelaku.

Lalu bagaimana dengan sang Pelaku? Bukankah hal ini berarti ia belum mendapatkan Keadilan (Hukum Karma), karena ternyata Korban 1 memilih untuk tidak membalas perbuatan sang Pelaku di masa lalu? Masih banyak manusia lain, entah dalam zaman yang sama atau berbeda, yang memiliki situasi yang serupa juga dengan sang Korban 1 tadi (atau sang Pelaku memiliki lebih dari 1 Korban). Sang Pelaku, entah dalam siklus kehidupan yang sama, atau berbeda, akan diposisikan serupa dengan kasus sebelumnya, namun dengan Korban 2 yang berbeda. Dari titik ini, kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya:

"apakah yang dulu menjadi Korban bisa memilih perbuatan yang berbeda (yang lebih manfaat) daripada mereka yang dulu merupakan Pelaku? Jika tidak, maka diputar lagi perannya. Dilihat lagi sekarang, apakah sang Pelaku bisa memilih lebih manfaat lagi di kehidupan selanjutnya. Dan begitu saja seterusnya."

Begitu seterusnya.

Inilah yang saya maksud bahwa dalam Hukum Karma, yang menjadi titik tengah adalah YMK, bukan sang Korban. Jika sang Korban memilih jalan yang lebih bermanfaat, maka YMK akan tetap meluruskan Keadilan tersebut ke Korban-korban yang lain, sebagai sarana (ujian) bagi mereka, pembuktian apakah sang Korban bisa memilih lebih mulia dibandingkan sang Pelaku dalam rentang Kodrat-Irodat yang serupa. Inilah salah satu maksudnya, ketika dikatakan manusia nafsu akan dijadikan bahan ujian bagi manusia nafsu yang lain, ibarat dua buah batu yang dipukulkan satu sama lain untuk melihat yang mana yang akan pecah.

Kebayang? Saya ingatkan sekali lagi, cerita di atas hanyalah sebuah ilustrasi yang sangat dibatasi oleh wawasan saya sebagai manusia. Bukan berarti kejadian seperti ini selalu akan terjadi di masa depan. Masih banyak sekali kemungkinan lain bagi Keadilan Allah untuk mewujud dalam rangkaian reinkarnasi yang saya belum atau mungkin tidak akan pernah tahu.

Terima kasih.

-arli

bottom of page