Salam. Mas arli ijin bertanya, mengapa di buku dzikir dan doa ada kalimat “limpahkanlah atas junjungan kami, pemimpin kami, pemberi safaat, pertolongan kami, pembela kami dan KECiNTAAN kami”. Bukannya di buku dan di video chanel ini sudah di bahas ttg hakikat CINTA. Bukankah Cinta itu lbih ke nafsu daripada fitrah?
Salam. Setelah membaca pertanyaan Anda, saya bertanya-tanya apakah ini pertanyaan serius atau bukan. Saya akan asumsikan ini pertanyaan serius dan akan berusaha menjelaskan dengan segamblang mungkin. Mohon maaf sebelumnya jika terkesan agak kasar.
Anda kebiasaan terlalu literal, terlalu fokus ke jasmani. Seorang manusia itu terdiri dari 7 lapisan: raga, pikir, akal, rasa, nafsu, hati, dan fitrah. Otomatis tindakan manusia juga merupakan kombinasi dari ketujuh lapisan tersebut. Yang Anda perlihatkan lewat pertanyaan di atas adalah bahwa Anda kebiasaan hanya mempertimbangkan lapisan nomor 7 (paling luar) yaitu lapisan raga dalam menilai segala sesuatu, dan mengabaikan 6 lapisan yang lain.
Saya ingin bertanya, Mas Hris, jika saya berkata bahwa "saya cinta Indonesia", apakah ini berarti perkataan saya ini otomatis pasti dominan nafsu? Sebaliknya, jika saya berkata "saya mengasihi dan menyayangi Indonesia", apakah ini berarti tindakan saya yang mengikuti perkataan tersebut sudah pasti dominan fitrah? Jawabannya adalah TIDAK. Mengapa? Karena perkataan tersebut hanyalah satu lapisan dari total tujuh lapisan yang menyusun sebuah Irodat di hadapan Allah.
Penjelasan mengenai Cinta vs Kasih Sayang sengaja menggunakan dua kata yang bersinonim. Hal ini bertujuan memberikan gambaran bahwa pengaruh nafsu itu sangatlah halus dan sangat sulit dibedakan dengan fitrah: ibarat sinonim yang hanya akan memiliki perbedaan jika berada dalam konteks yang berbeda. Penggunaan kata Cinta dan Kasih Sayang dipilih agar manusia bisa membedakan dorongan yang murni asalnya dari fitrah, dengan dorongan fitrah yang sudah tercemar oleh nafsu rasa aku, rasa suci, dan rasa minta puji. Dengan mengenali perbedaan di antara keduanya, manusia akan mampu membersihkan Irodatnya ketika ujian kehidupan muncul.
Dan proses pembersihan dari nafsu ini TIDAKLAH sekedar mengganti kata yang kita gunakan sehari-hari dari 'Cinta' menjadi 'Kasih Sayang'. Melainkan berupa puluhan hingga ratusan pilihan hidup yang kita ambil dalam proses tersebut, yang secara Sadar (+Tabah +Sabar) kita lakukan untuk membersihkan niat kita dari rasa aku, rasa suci, dan rasa minta puji.
Kedudukan kita di hadapan Allah Yang Maha Melihat, yang selalu menilai manusia 7 lapisan sekaligus, janganlah disamakan dengan hubungan kita dengan Google, dengan Instagram, atau Twitter, dimana kalau kita salah ketik password satu huruf saja, otomatis kita nggak akan bisa log in. Google memang nggak peduli apa isi lapisan pikir kita, akal kita, dan rasa kita, tetapi Allah peduli. Instagram memang nggak tahu apa isi hati kita, apakah dikendalikan fitrah atau nafsu, tetapi Allah tahu. Twitter memang tidak akan mempertimbangkan rentang Kodrat dan Irodat dalam menilai kita, tetapi Allah mempertimbangkan semua detil tersebut.
Singkatnya, pertanyaan Anda ini meskipun secara teknis (jasmani) tidak salah, secara rohani sebaliknya: bisa jadi merupakan salah satu bentuk dari 'Watak Yahudi' (Dajjal) alias tahu tetapi pura-pura tidak tahu; ketika mata hubungan sesama manusianya terbuka lebar, tetapi mata hubungan dengan Allah-nya tertutup rapat. Jika Anda benar-benar ingin lulus ujian kehidupan dengan nilai mencukupi (min. 7.5) di masa depan, saya sarankan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan semacam ini.
Ketika membaca jawaban ini, Anda mungkin akan terdorong untuk berdalih, bahwa Anda sama sekali tidak punya niatan buruk ketika mengetik pertanyaan tersebut. Tetapi Anda harus sadar, bahwa justru hal-hal seperti inilah yang selalu kita bahas di sini sebagai pengaruh nafsu yang SANGAT HALUS. 'Bisikan nafsu' bukanlah sekedar suara gaib, mimpi yang aneh, atau dorongan yang tidak masuk akal, melainkan juga segala pikiran yang logis, akal yang normal, dan perasaan yang dianggap valid. Manusia yang berada di dalam kendali nafsu, TIDAK AKAN merasa ada yang SALAH sama sekali dengan pikiran dan tindakannya. Justru karena kenyataan inilah, Ujian Kehidupan selalu diberikan kepada manusia: agar manusia selalu introspeksi.
Uraian yang saya berikan di sini, bisa meleset bisa akurat, tetapi hal itu tidaklah penting. Saya menulisnya bukan untuk memberikan penghakiman, sebab apa yang ada di dalam hati manusia, hanya Allah yang Tahu dan berhak Menghakimi.
Oleh karena itu, jawaban ini mohon dianggap sebagai diskusi hangat yang memiliki potensi untuk bermanfaat bagi siapapun yang membaca. Bukan sebuah cercaan atau hinaan yang bertujuan menyakiti hati Anda.
Sekali lagi saya memohon maaf jika terdengar kasar.
Terima kasih atas perhatiannya.
-arli
Comments