Bu apakah Allah memerintahkan shalat 5 waktu? atau itu datang dari aturan salah satu Muhammad? Soal nya saya jarang shalat hehe... paling Klo luang doang, jika dari Allah apa alasan kita harus ritual shalat 5 waktu? Apa maksud dan tujuan Allah memerintahkan shalat 5 waktu? Apakah ujian kah? Atau memang ada manfaatnya? Lalu saat shalat raga apa yg harus dilakukan akal pikir rasa kita, saya masih belum tau kondisi rohani yg harus dilakukan saat shalat,,??? Hehe maaff dan terimakasih atas ilmunya... 🙂 saya tipe jarang mau ikut2an, Klo belum tau betapa penting nya, Makanya lebih mentingin hal2 lainya... Klo penjelasan ibu tentang shalat dalam pengaplikasianya di kehidupan, di video itu, saya sangat setuju. Cuman klo ritual raga nya saya masih belum terlalu nganggap penting. Makanya saya pengen tau apakah shalat raga 5 waktu itu penting atau tidak?
Salam, Kang Asep. Pertanyaan Anda jawabannya bersenggolan dengan dua link berikut ini: https://www.ayattersirat.com/single-post/2019/06/08/Membagikan-Zikir-Doa (Ini di bagian tengahnya) https://www.ayattersirat.com/single-post/2019/08/28/Belum-bisa-lima-waktu (Kalau ini sebagai bahan pertimbangan) Intinya, adalah jawaban pertanyaan tersebut sebenarnya Anda sendiri yang harus jawab. Kalaupun saya bisa mengajak atau memaksa Anda untuk melakukannya, tidak akan ada artinya jika tidak bisa dilaksanakan dengan niat karena Allah semata sebagaimana sudah kita bahas panjang lebar sebelumnya. Dan hal ini berlaku untuk setiap perbuatan, tidak hanya shalat saja. Oleh karena itu, berikut ini hanya beberapa hal yang saya sudah pahami dan saya tawarkan sebagai pertimbangan. Dasar pemahaman yang saya paparkan di sini berasal dari berbagai macam jenjang tingkat keimanan yang berbeda. Sebagian saya pikirkan sendiri, sebagian saya comot dari omongan orang lain. Silakan diambil yang cocok. Apa sih, manfaat dari shalat jasmani? 1. Salat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Jika saya salat, waktu yang saya gunakan untuk berdoa tersebut tidak akan saya gunakan untuk perbuatan yang dosa. 2. Mengingat Allah. Dalam hiruk-pikuk kehidupan, dengan melaksanakan salat, saya selalu mengingatkan diri bahwa di balik semua itu ada hal yang lebih penting dan abadi. 3. Pengen aja mewujudkan penyerahan diri kepada YMK. Kan wujud ibadah harus meliputi 7 lapisan? Kalau begitu, salat jasmani ini saya gunakan sebagai salah satu wujud jasmaninya. Nggak peduli apakah secara jasmani ada manfaatnya atau nggak buat saya pribadi. 4. Karena diajak saudara/teman/tetangga. Dengan salat bersama, saya jadi ada alasan untuk bergaul dengan mereka, ngobrol, ngerokok bareng, sekalian istirahat. Syukur-syukur dapat pahala dalam prosesnya. 5. Takut/males dibilang kafir atau diceramahi. Temen saya ada yang taat banget, tepat waktu salatnya. Setiap kali adzan, pasti ngajak salat bareng. Daripada nggak enak dipelototin, mendingan ikut aja. 6. Karena diwajibkan agama dan diperintahkan oleh Allah. Kalau nggak melaksanakan, nggak bisa mengaku sebagai orang Islam. Dan masih banyak lagi. Nah, pertanyaannya adalah, yang manakah alasan yang benar menurut Anda untuk melaksanakan salat jasmani di antara pilihan-pilihan di atas? ... Apakah no. 1? Atau 2? Atau 3,4,5,6? Atau semua salah? Atau semua benar? Ya, itulah masalahnya Kang Asep. Tidak peduli argumen sebagus apapun saya ataupun Anda buat di sini, atau diucapkan di antara sesama manusia dalam diskusi semacam ini, mengenai apakah perlu atau tidak melaksanakan shalat, nggak serta-merta menjadikan ibadahnya pasti diterima oleh Allah. Sebab kemurnian niat itu selalu DIUJI tidak peduli apapun itu bentuk tindakan yang manusia pilih lakukan dalam kehidupannya. Apa artinya? Artinya, apapun alasan yang melatari tindakan manusia, mau no. 1 - no. 6, atau alasan-alasan lainnya, SEMUANYA, tanpa kecuali akan diuji kemurnian niatnya di hadapan Allah, menjadikan argumen yang kita paparkan di sini menjadi tidak relevan. Kalau sejak awal tidak relevan, untuk apa kita perdebatkan sekarang? Hanya akan membuka celah untuk dibiaskan oleh nafsu. Setiap manusia berhak melakukan ibadah dalam bentuk apapun dengan alasannya sendiri, dan kewajiban mereka sendiri jugalah untuk mempertahankan kemurnian niatnya di hadapan Allah melalui ujian kehidupan. Titik. Oh, tetapi bukankah sebagian alasan di atas sudah jelas-jelas nggak bener? Ya, kalau dilihat dari perspektif 1 kalimat seperti ini. Tetapi kenyataannya adalah, setiap tindakan manusia itu, kalau dalam perspektif YMK, tidak bisa kita ungkapkan hanya dalam satu kalimat. Terdapat rentang kodrat-irodat dalam setiap tindakan tersebut di dalamnya yang sampai kapanpun kita tidak akan bisa lihat dengan sempurna dari awal sampai akhir, bahkan kalau rentang tersebut milik kita sendiri. Jadi, daripada sekedar satu kalimat seperti ini, lebih tepat jika ada satu buku dengan tebal ratusan halaman yang bisa menggambarkan setiap motivasi dan kondisi kodrat-irodat dalam setiap tindakan yang dipilih manusia,. Tapi justru di situlah letak keindahannya. Seorang manusia dengan niat nggak murni pada awalnya dalam beribadah, belum tentu dalam prosesnya, setelah melalui berbagai macam kejadian dan tantangan, akan tetap begitu niatnya di masa depan. Bisa jadi dalam prosesnya, seiring dengan waktu, mereka mulai merasakan sendiri manfaat dari perbuatan tersebut, tidak terkecuali shalat jasmani. Dan sadarilah juga, nggak semua orang memiliki kapasitas untuk menjelaskan dengan detil apa manfaat yang dirasakannya dalam setiap pilihan perbuatannya. Pertimbangan-pertimbangan semacam inilah yang sebenarnya ingin saya sampaikan dalam dua link di atas tersebut. Sampai sini sudah kebayang? Jika belum juga, maka izinkan saya tambahkan lagi satu pertimbangan: Kecenderungan Anda tidak ikut-ikutan tersebut, pada titik ini, bagi Anda mungkin memang terlihat sebagai sebuah kelebihan atau kemuliaan, benar nggak? Setidaknya itulah yang saya tangkap dari sini. Tetapi sadarkah Anda, bahwa dalam kehidupan ini, kita ibarat berjalan di atas tali? Kalaupun kita nggak miring ke kiri, nggak tertipu nafsu rasa minta puji, bukan berarti kita pasti bener. Sebab kita masih bisa kena tipuan nafsu rasa aku (miring ke kanan) dan nafsu rasa suci (salah arah depan dengan belakang). Kurang lebih begitu. Semoga cukup jelas. Terima kasih. -arli