Untuk memurnikan niat 100% karna Allah itu gak semudah membalikkan telapak tangan bu ririn,terkadang dalam kenyataan yg saya alami masih saja terpeleset oleh pemikiran buruk saya sendiri bu.. Mohon penerangannya bu ririrn,terima kasih?
Salam. Kalau kita bicara teknis, sebenarnya memang mustahil seorang manusia bisa 100% niat karena Allah semata. Maksimal 90%. Jadi, ibadah seorang manusia itu bisa diterima kalau berada di antara rentang 75% hingga 90%. Hal ini udah dijelaskan di segmen Kamus Bahasa Fitrah, kalau nggak salah. Kemudian mengenai pemikiran buruk, apa maksudnya? Apakah prasangka buruk? Jika iya, maka Anda telah fokus pada hal yang kurang tepat. Setiap individu manusia itu, memang disarankan berprasangka adil kepada siapapun, termasuk kepada dirinya sendiri. Prasangka adil itu udah dibahas di segmen Tanya Fitrah. Singkatnya, prasangka baik sekaligus prasangka buruk. Kesadaran bahwa dalam diri setiap individu manusia itu selalu ada pengaruh nafsu SEKALIGUS fitrah, sebagaimana yang disebutkan di atas tadi, nggak mungkin 100% fitrah. Minimal 10% pasti ada pengaruh dari nafsu. Apa yang dimaksud dengen terpeleset? Apakah secara jasmani tidak menguntungkan? Atau ada perasaan tidak enak di hati, meskipun tidak ada kerugian secara fisik? Jika iya, hal ini belum tentu salah. Sebab kerugian secara fisik (jasmani luar) atau mental (jasmani dalam) tersebut bisa jadi justru lebih bermanfaat buat Anda. Bisa jadi justru merupakan sebuah upaya membersihkan nafsu yang Anda miliki berkenaan dengan hal-hal yang membuat Anda tidak enak tersebut. Dengan kata lain, jika kita mau bicara tentang ujian kehidupan, biasakan jangan menggunakan rentang waktu yang terlalu pendek, sehari-dua hari, melainkan seumur hidup, kalau bisa. Minimal beberapa tahun lah jangka penilaiannya, jangan sebulan-dua bulan doank. Apa maksudnya? Maksudnya kita jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan rugi atau untung baik secara jasmani atau rohani terlalu cepat. Sebab ujian kehidupan itu memang bisa sangat panjang prosesnya, dan bisa berjalan beriringan secara paralel, banyak sekaligus, dan bisa aja selesai bersamaan dalam waktu sehari meskipun prosesnya nggak mulai berbarengan. Contoh: Ketika kecil Anda belajar di sekolah. Bagaimana caranya tindakan ini bisa dihitung sebagai sebuah ibadah yang diterima oleh Allah? Jawabannya adalah harus memenuhi 8 asas manfaat kebenaran yang kita bahas sebelumnya. Sudahkah ilmu yang dipelajari tersebut bermanfaat buat Anda sendiri? Jika Anda belum mampu memanfaatkannya, maka jangan harap proses belajar di sekolah tersebut bisa dihitung sebagai sebuah ibadah. Sampai kapan waktu untuk bisa memanfaatkannya? Ya Anda punya waktu sampai Anda mati untuk memanfaatkan ilmu tersebut. Dengan kata lain, sebuah tindakan yang Anda lakukan saat masih berumur 6 tahun, bisa jadi baru bisa dihitung sebagai ibadah ketika Anda sudah tua bangka, mau pindah tempat ke alam fana (mati). Bayangkan ilustrasi semacam ini diterapkan pada setiap tindakan yang Anda lakukan dari masa lalu hingga titik ini. Kebayang betapa rumitnya? Kebayang betapa persepsi Anda mengenai "terpeleset" ini sangatlah prematur? Kurang lebih begitu informasi yang bisa saya berikan sekarang. Semoga bermanfaat. -arli