Salam mas arly dan bu ririn. Maaf out of the topic, saya mau tanya gimana pendapat Bu Ririn dan Mas Arly tentang riba dalam ilmu kebenaran? Terimakasih.
Salam. Jawaban berikut ini, mohon diterima dengan akal, rasa, dan pikir yang terkendali fitrah. Riba, bunga bank, inflasi, depresiasi, dan berbagai macam istilah lainnya itu merupakan bagian bahasa jasmani, istilah yang memiliki arti dalam kehidupan di antara sesama manusia. Kenapa memangnya? Ya, kalau Anda bertanya apa penilaian di hadapan Allah-Nya, ya sudah dijelaskan di segmen Tanya Fitrah, yang membahas topik tentang harta dan pertanggungjawabannya di hadapan Yang Maha Esa. Kalau mencarinya menggunakan nafsu, maka akan menjadi utang. Kalau mencarinya menggunakan fitrah, maka akan menjadi pemberian. Ini justru definisi yang lebih canggih, sebenarnya. Kenapa? Karena setiap individu manusia akan dipertimbangkan situasi dan kondisinya secara detil, bagaimana cara ia menggunakan segala akal, pikir, rasa, dan raganya dalam mencari penghidupan. Jadi, ketika ia tahu bahwa tindakannya (tidak adil) merugikan orang lain tetapi tetap saja dilakukannya, meskipun tidak melanggar hukum sekalipun, maka penilaiannya tersendiri. Ketika ia tidak tahu bahwa tindakannya (tidak adil) merugikan orang lain, penilaiannya juga tersendiri. Ketika ia tahu akibatnya, melanggar tata cara yang berlaku di masyarakat, tetapi karena tujuan lain yang lebih besar sehingga mengabaikannya, itu juga penilaiannya tersendiri. Allah itu Maha Tahu, jadi semua hal akan dipertimbangkan meskipun tersembunyi di dalam hati manusia yang terdalam, meskipun tidak ada saksi mata manusia, berbeda dengan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Inilah salah satu pengaplikasian betapa hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia, yang tepat itu, adalah sejajar tetapi tidak bersentuhan. Artinya dalam setiap tindakan yang dilakukan manusia, terdapat pertanggungjawaban di hadapan Allah sekaligus pertanggungjawaban di hadapan manusia. Mulia di hadapan manusia, belum tentu mulia juga di hadapan Allah. Mulia di hadapan Allah, belum tentu mulia juga di hadapan manusia. Dengan kata lain, pilihannya ada di tangan setiap individu manusia, mau mengutamakan yang mana. Mengikuti peraturan tertentu dengan detil di hadapan sesama manusia dalam mencari penghidupan, belum tentu menggunakan fitrah. Sebaliknya, mengabaikan peraturan tertentu juga belum pasti menggunakan nafsu. Masing-masing individu manusia berkewajiban untuk bergelut melawan nafsunya sendiri-sendiri, untuk menentukan manakah perbuatan yang paling bermanfaat dalam setiap titik kehidupannya. Termasuk masalah riba ini. Kesimpulannya, Anda nggak perlu pusing memikirkan apa pendapat orang lain mengenai bagaimana cara Anda mendapatkan harta untuk menghidupi diri Anda. Sebab sekedar mengikuti pendapat orang lain tanpa pertimbangan dari dalam hati sendiri yang dikendalikan fitrah, hanya akan mengotori perbuatan tersebut dengan nafsu rasa minta puji. Yang terpenting adalah memikirkan selangkah ke depan, berdasarkan kemampuan yang Anda miliki, apa yang bisa saya ubah sekarang menjadi lebih bermanfaat, dengan niat yang semurni mungkin. Kalau sudah, pikirkan lagi langkah berikutnya. Begitu aja terus. Nanti fitrah dan Malaikat Muqorrobin akan membimbing Anda secara perlahan-lahan dalam melakukan perubahan. Perbuatan yang paling benar kemarin, belum tentu sama pada hari ini karena situasinya berbeda. Cara ini justru lebih efektif dan efisien, daripada berpikir terlalu jauh dan mencari berbagai justifikasi terhadap perbuatan yang Anda pilih di masa lalu dari berbagai sumber.